Laju Pertumbuhan Virus vs Suhu Lingkungan
Ada yang menarik dalam sebuah laporan penelitian di "Multidisciplinary Journal of Microbial Ecology" https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5322312/ yang membahas mengenai efek Suhu terhadap Laju pertumbuhan virus, khususnya virus berjenis Micromonas seperti ditunjukkan dalam grafik berikut ini.
Dalam jurnal ini disebutkan, bahwa penambahan suhu lingkungan pada virus pada rentang tertentu akan mengurangi laju pertumbuhannya, yang pada gilirannya akan mengurangi populasinya secara keseluruhan.
Adaptasi yang sama, menurut hemat penulis, bisa diterapkan kepada lingkungan virus Covid-19 dalam tenggorokan (Trachea) manusia.
Kita mengetahui bahwa saat sistem pertahanan tubuh melakukan perlawanan terhadap virus atau penyakit lainnya, maka suhu tubuh akan naik, kita akan merasakan demam. Ini adalah mekanisme pertahanan tubuh untuk menciptakan lingkungan yang tidak biasa, lebih hangat, sekira 38.5 derajat celcius atau di atasnya dengan maksud untuk mengeliminir atau bahkan membunuh virus atau bakteri yang terlanjur bersarang di badan kita.
Keterangan lebih lanjut bisa lihat link berikut: https://medlineplus.gov/fever.html
"Infections cause most fevers. You get a fever because your body is trying to kill the virus or bacteria that caused the infection. Most of those bacteria and viruses do well when your body is at your normal temperature. But if you have a fever, it is harder for them to survive. Fever also activates your body's immune system."
Memang, para ahli berbeda pendapat mengenai demam ini, bisa dilihat di artikel ini https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4703655/. Ada yang berpendapat harus segera diatasi agar tidak berpengaruh terhadap organ atau sel tubuh yang lain seperti sel-sel otak. Namun sebagian yang lain berpendapat untuk "biarkan saja" dulu suhu tubuh naik, atau demam, hingga mencapai hampir 40 derajat celcius, barulah diberikan penanganan dengan obat piretik atau penurun panas, memakai selimut tebal, dan sebagainya.
Mengacu kepada artikel tersebut, menurut hemat penulis, biarkan suhu badan tinggi untuk beberapa lama, namun jaga tetap di bawah 40 derajat celcius untuk mengurangi efek terhadap organ atau sel tubuh yang lain.
Tujuannya ya itu tadi, agar dengan naiknya suhu badan ini, akan mengeliminir atau bahkan membunuh virus atau bakteri yang terlanjur bersarang di badan kita.
Namun, terkadang saat infeksi virus ini masuk tubuh kita, dan kita mulai batuk, suhu tubuh tidak serta merta naik, dalam arti kita tidak serta merta mengalami demam. Perlu waktu beberapa lama atau bahkan beberapa hari untuk naik ke demam yang cukup tinggi, 38.5 derajat celcius atau di atasnya, hingga mendekati 40 derajat celcius. Sementara batuknya sendiri telah terjadi, batuk kering menggonggong, dan sukar mengeluarkan dahak. Kalaupun dahak keluar sedikit, berbentuk dahak kental seperti (maaf) nanah yang merupakan kumpulan sel-sel darah putih yang sudah mati.
Nah, metode inhalasi dengan uap hangat dimaksudkan untuk meniru sistem pertahanan tubuh kita, dengan menciptakan lingkungan yang tidak biasa, menghangatkan sistem pernafasan kita, yang tentunya menghangatkan lingkungan si virus, sehingga virus menjadi lebih sulit berkembang, lalu tugas sel darah putih untuk membunuh mereka.
Diharapakan dengan penerapan metode ini, Laju Pertambahan Virus LEBIH KECIL dari Laju Pembunuhan Virus oleh Sel Darah Putih yang pada gilirannya akan mengurangi eksistensi virus di rongga trakea, bahkan di seluruh Sistem Pernafasan kita.
Sekali lagi penulis tegaskan, metodologi ini bisa diterapkan, karena di saat-saat awal infeksi virus ini, badan tidak serta-merta demam, perlu waktu beberapa saat hingga demam itu muncul.
Nah, waktu beberapa saat (atau bahkan hari) ini bisa kita manfaatkan, jangan sampai virus itu berkembang sangat cepat. Laju Pertambahan Virus ini yang kita tekan dengan menciptakan lingkungan yang tidak nyaman bagi perkembangannya.
Sumber:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5322312/
https://medlineplus.gov/fever.html
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4703655/
Pengaruh suhu terhadap Laju Pertumbuhan virus Micromonas |
Adaptasi yang sama, menurut hemat penulis, bisa diterapkan kepada lingkungan virus Covid-19 dalam tenggorokan (Trachea) manusia.
Kita mengetahui bahwa saat sistem pertahanan tubuh melakukan perlawanan terhadap virus atau penyakit lainnya, maka suhu tubuh akan naik, kita akan merasakan demam. Ini adalah mekanisme pertahanan tubuh untuk menciptakan lingkungan yang tidak biasa, lebih hangat, sekira 38.5 derajat celcius atau di atasnya dengan maksud untuk mengeliminir atau bahkan membunuh virus atau bakteri yang terlanjur bersarang di badan kita.
Keterangan lebih lanjut bisa lihat link berikut: https://medlineplus.gov/fever.html
"Infections cause most fevers. You get a fever because your body is trying to kill the virus or bacteria that caused the infection. Most of those bacteria and viruses do well when your body is at your normal temperature. But if you have a fever, it is harder for them to survive. Fever also activates your body's immune system."
Memang, para ahli berbeda pendapat mengenai demam ini, bisa dilihat di artikel ini https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4703655/. Ada yang berpendapat harus segera diatasi agar tidak berpengaruh terhadap organ atau sel tubuh yang lain seperti sel-sel otak. Namun sebagian yang lain berpendapat untuk "biarkan saja" dulu suhu tubuh naik, atau demam, hingga mencapai hampir 40 derajat celcius, barulah diberikan penanganan dengan obat piretik atau penurun panas, memakai selimut tebal, dan sebagainya.
Mengacu kepada artikel tersebut, menurut hemat penulis, biarkan suhu badan tinggi untuk beberapa lama, namun jaga tetap di bawah 40 derajat celcius untuk mengurangi efek terhadap organ atau sel tubuh yang lain.
Tujuannya ya itu tadi, agar dengan naiknya suhu badan ini, akan mengeliminir atau bahkan membunuh virus atau bakteri yang terlanjur bersarang di badan kita.
Namun, terkadang saat infeksi virus ini masuk tubuh kita, dan kita mulai batuk, suhu tubuh tidak serta merta naik, dalam arti kita tidak serta merta mengalami demam. Perlu waktu beberapa lama atau bahkan beberapa hari untuk naik ke demam yang cukup tinggi, 38.5 derajat celcius atau di atasnya, hingga mendekati 40 derajat celcius. Sementara batuknya sendiri telah terjadi, batuk kering menggonggong, dan sukar mengeluarkan dahak. Kalaupun dahak keluar sedikit, berbentuk dahak kental seperti (maaf) nanah yang merupakan kumpulan sel-sel darah putih yang sudah mati.
Nah, metode inhalasi dengan uap hangat dimaksudkan untuk meniru sistem pertahanan tubuh kita, dengan menciptakan lingkungan yang tidak biasa, menghangatkan sistem pernafasan kita, yang tentunya menghangatkan lingkungan si virus, sehingga virus menjadi lebih sulit berkembang, lalu tugas sel darah putih untuk membunuh mereka.
Diharapakan dengan penerapan metode ini, Laju Pertambahan Virus LEBIH KECIL dari Laju Pembunuhan Virus oleh Sel Darah Putih yang pada gilirannya akan mengurangi eksistensi virus di rongga trakea, bahkan di seluruh Sistem Pernafasan kita.
Sekali lagi penulis tegaskan, metodologi ini bisa diterapkan, karena di saat-saat awal infeksi virus ini, badan tidak serta-merta demam, perlu waktu beberapa saat hingga demam itu muncul.
Nah, waktu beberapa saat (atau bahkan hari) ini bisa kita manfaatkan, jangan sampai virus itu berkembang sangat cepat. Laju Pertambahan Virus ini yang kita tekan dengan menciptakan lingkungan yang tidak nyaman bagi perkembangannya.
Sumber:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5322312/
https://medlineplus.gov/fever.html
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4703655/
Comments
Post a Comment